Analisis Mendalam
1. Dinamika Pasokan Token (Dampak Negatif)
Gambaran Umum:
Sebanyak 65% dari total pasokan maksimal SPK sebanyak 10 miliar token (6,5 miliar token) akan masuk ke peredaran secara bertahap melalui Sky Farming hingga tahun 2035. Penurunan harga baru-baru ini (-50% dari harga tertinggi Juli) sejalan dengan aksi jual dari airdrop, misalnya distribusi $10 juta SPK kepada pemegang USDS pada Juli 2025.
Arti dari hal ini:
Tekanan jual yang terus-menerus akibat jadwal vesting dapat menekan harga token. Namun, imbal hasil staking (Spark Points) bisa menjadi insentif bagi pemegang untuk menahan token dalam jangka panjang jika tingkat pengembalian (APY) tetap menarik.
2. Kompetisi DeFi & Adopsi RWA (Dampak Positif)
Gambaran Umum:
Spark mengelola TVL sebesar $8,9 miliar, menempati peringkat ke-6 di dunia DeFi, dengan $1,5 miliar dialokasikan untuk Treasury tokenisasi dan kredit melalui kemitraan seperti strategi CLO dari Janus Henderson.
Arti dari hal ini:
Dominasi dalam infrastruktur RWA dapat menarik aliran dana dari keuangan tradisional (TradFi), namun pesaing seperti Aave ($42,8 miliar TVL) dan Morpho ($8,3 miliar TVL) menjadi ancaman bagi pangsa pasar Spark.
3. Risiko Regulasi (Dampak Campuran)
Gambaran Umum:
White paper SPK yang mematuhi regulasi MiCA mempermudah akses ke pasar Uni Eropa, namun aset tokenisasi menghadapi pengawasan ketat. Gugatan SEC pada tahun 2025 terhadap MakerDAO menyoroti ketidakpastian regulasi bagi stablecoin DeFi.
Arti dari hal ini:
Regulasi yang lebih jelas dapat meningkatkan partisipasi institusional, tetapi penegakan hukum yang ketat bisa mengganggu operasi RWA Spark.
Kesimpulan
Harga SPK akan bergantung pada keseimbangan antara pasokan yang inflasioner dan pertumbuhan struktural DeFi. Perhatikan tingkat partisipasi staking (saat ini 129 juta SPK telah distake) dan aliran transaksi RWA – jika harga menembus di atas $0,07 (level Fibonacci 38,2%), ini bisa menjadi tanda momentum baru. Bisakah lapisan likuiditas multi-chain Spark mengungguli jadwal pembukaan tokennya?